Minggu, 09 Oktober 2011

Letter Of Credit

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, artinya agama yang membawa rahmat bagi alam semesta. Ajaran yang terkandung didalamnya mencakup semua sendi kehidupan, termasuk juga dalam bidang ekonomi.
Ekonomi dalam perkembangannya semakin pesat dengan permasalahan yang kian kompleks. Perubahan terjadi dengan sangat cepat, hal ini dipengaruhi oleh adanya era keterbukaan atau yang disebut dengan globalisasi.
Dewasa ini sudah tidak ada negara yang dapat menghasilkan sendiri segala apa yang dibutuhkan. Setiap negara berkepentingan terhadap negara lain, hal ini menimbulkan perdagangan antarnegara atau perdagangan internasional. Perdagangan antarnegara lebih rumit dibandingkan perdagangan dalam negeri, karena perdagangan antarnegara melintasi batas-batas negeri dan berhubungan dengan pemerintahan lain, meliputi mata uangnya, politik ekonominya ataupun sistem atau peraturan tata niaga pemerintah tersebut.
Untuk itulah dibutuhkan jasa sebuah lembaga keuangan pemerintah, dalam hal ini bank untuk mempermudah transaksi jual beli atau perdagangan internasional. Namun, terkadang dalam aplikasinya bank berlaku tidak adil dengan mengambil keuntungan atau bunga yang berlebihan kepada nasabahnya, sehingga merugikan nasabah.
Dewan Syariah Nasional kemudian mengeluarkan fatwa No. 34 tentang perdagangan antarnegara ini dengan prinsip-prinsip syariah sebagai solusi bagi kedua belah pihak. Namun, fatwa DSN itu masih perlu ditelaah lagi untuk melihat apakah fatwa tersebut sudah dapat meng-cover seluruh permasalahan yang terjadi dalam masalah ekonomi, khususnya mengenai perdagangan internasional dan juga untuk melihat apakah semua yang terangkum dalam fatwa tersebut sudah benar-benar menggunakan prinsip-prinsip syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian L/C
L/C atau Letter of Credit atau dalam bahasa Indonesia disebut Surat Kredit Berdokumen adalah suatu bentuk jasa yang ditawarkan oleh bank dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran oleh pembeli dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan Letter of Credit Impor adalah surat yang digunakan sebagai pernyataan akan membayar pada Eksportir oleh bank untuk kepentingan Importir dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Berdasarkan pengertian diatas, jual beli atau perdagangan ini dapat dikatakan sebagai perdagangan berdasarkan pemesanan karena biasanya perdagangan ini tidak diselesaikan ditempat penjual sebagaimana biasanya. Dalam hal ini, pembeli terlebih dahulu memesan barang-barang yang dibutuhkan kepada penjual berdasarkan contoh barang atau daftar harga yang ditawarkan. Biasanya pembeli hanya akan akan membayar apabila barang-barang yang dipesan telah diterimanya untuk menghindari resiko adanya kemungkinan ketidakmampuan penjual dalam memenuhi pesanan atau untuk menghindari ketidak sesuaian jumlah dan kualitas barang yang dikirimkan dengan spesifikasi yang dimaksud alam surat penawaran pemesanan.
Berdasarkan pesanan tersebut, penjual lalu mengumpulkan barang-barang yang diminta kemudian mengirimkannya kepada pembeli sesuai pesanan. Namun, dalam hal ini penjualpun menghadapi resiko adanya kemungkinan tidak dibayarnya barang-barang yang telah dikirimnya. Untuk memudahkan dan memperlancar permasalahan jual beli yang dihadapi oleh kedua belah pihak, maka bank memberikan jalan keluar yaitu dengan menerbitkan fasilitas L/C atau Letter of Credit.


B. Proses LC
Dalam proses L/C ini, fasilitas yang diberikan bank adalah berupa penangguhan pembayaran. Adapun contoh proses L/C adalah sebagai berikut:
“Perusahaan A (Indonesia) ingin membeli membeli satu set komputer dari perusahaan K di Korea. Setelah negosiasi awal, terdapat kesepakatan harga dan jenis barang yang akan dibeli. Karena dua perusahaan tersebut belum saling mengenal, muncul masalah baru yaitu tidak adanya unsur kepercayaan diantara mereka untuk saling mempercayai itikad baik masing-masing. Perusahaan A sebagai pembeli/importir menghendaki agar barang dikirim dan diterima terlebih dahulu baru kemudian melakukan pembayaran untuk menghindari resiko pembayaran atas barang yang tidak sesuai atau resiko jika barang tidak dikirim.
Sedangkan disatu sisi, perusahaan K sebagai penjual menginginkan agar pembayaran dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari resiko tidak terbayarnya barang yang yang sudah dikirim. Untuk menghindari masalah tersebut, maka perusahaan K mensyaratkan agar perusahaan A menyerahkan L/C dari bank yang terpercaya (misalnya bank Mandiri). Setelah hal tersebut dilaksanakan, maka barulah transaksi jual-beli dapat dilakukan antara kedua belah pihak.
Proses L/C tersebut dapat diuraikan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Negosiasi antara penjual/eksportir dan pembeli/importir (dalam hal ini antara perusahaan A dan perusahaan K) mengenai kesepakatan harga dan jenis barang;
b. Perusahaan mengajukan permohonan L/C ke bank Mandiri;
c. Bank Mandiri mengadakan analisa terhadap permohonan tersebut;
d. Jika bank menyetujui permohonan tersebut, maka bank dan pemohon L/C mengadakan perjanjian. Dalam hal ini, bank Mandiri adalah bank yang menerbitkan L/C, maka sering disebut sebagai Bank Penerbit atau Issuing Bank atau Remitting Bank;
e. L/C diterbitkan melalui perantara yang ditunjuk atas dasar kesepakatan antara pembeli, penjual dan bank Mandiri;
f. Bank perantara meneruskan L/C yang diterima dari bank penerbit ke perusahaan K. Bank perantara sering disebut sebagai Bank Penerus atau Advising Bank atau Negotiating Bank;
g. Setelah menerima L/C, perusahaan K kemudian mengirimkan barangnya kepada perusahaan A;
h. Perusahaan K membawa dokumen pengiriman barang kepada bank penerus untuk menagih pembayaran;
i. Bank penerus tidak langsung mengadakan pembayaran, namun sesuai fungsinya bank penerus meneruskan dokumen tersebut kepada bank Mandiri sebagai bank penerbit;
j. Bank Penerbit meneliti keabsahan dokumen dan kesesuaian isi perjanjian jual beli serta L/C;
k. Apabila dokumen sesuai, maka bank penerbit melakukan pembayaran ke perusahaan K melalui bank penerus;
l. Bank penerus meneruskan dan melakukan pembayaran pada perusahaan K;
m. Bank penerbit menagih kewajiban pembayaran pembelian barang ke perusahaan A sebagai pembeli;
n. Bank penerbit menghadapi dua kemungkinan:
kemungkinan I, Perusaahan A membayar lunas tepat waktu kepada bank Mandiri sehingga secara langsung proses L/C selesai.
kemungkinan II, Perusahaan A tidak dapat membayar lunas tepat waktu. Dalam hal ini, bank merubah hutang tersebut menjadi menjadi kredit biasa yang harus dibayar beserta bunga. Bunga yang diberlakukan adalah bunga pinjaman umum yang berlaku saat itu ditambah dengan penalti, setelah perusahaan A melunasi kredit beserta bunga, maka proses L/C selesai.
Pada kemungkinan II, jelas terlihat bahwa bank mengambil kesempatan dari pembeli berupa bunga dan penalti. Suku bunga tidak ditentukan diawal perjanjian, sehingga hal tersebut menurut pemakalah akan merugikan pembeli. Pihak bank akan selalu diuntungkan dengan adanya bunga ini, sedangkan disisi lain pembeli mau tidak mau harus tunduk pada ketentuan bank tersebut, sedangkan dalam Islam bunga ini tidak dibolehkan.
C. Pembatalan Transaksi L/C
Ada 2 jenis pembatalan L/C, yaitu:
a. Revocable L/C : L/C yang dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh Issuing bank setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang menerima pembayaran.
b. Irrevocable L/C : L/C yang tidak dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh Issuimg bank setiap saat tanpa persetujuan pihak yang menerima pembayaran.
D. Manfaat L/C
Fasilitas L/C ini mempunyai keuntungan bagi kedua belah pihak. Bagi bank manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
a. Penerimaan berupa biaya administrasi berupa komisi yang merupakan Fee Based Income bagi bank;
b. Pengendapan dana storjam yang merupakan dana murah bagi bank;
c. Memberikan pelayanan mudah kepada nasabah, sehingga nasabah menjadi loyal pada bank.
d. Sedangkan bagi nasabah, manfaatnya yaitu sebagai berikut:
e. Bagi Importir, menghindari adanya kerugian adanya pembayaran untuk barang yang belum diterima.
f. Bagi Eksportir, menghindari resiko penipuan yaitu dengan adanya garansi dari bank untuk pembayaran barang yang sudah dikirim
E. L/C Impor Syariah
Islam melarang adanya bunga, untuk menghindari ketidakadilan dan bunga yang berlebihan, maka bank syariah telah memberikan solusi yang dapat menguntungkan bagi kedua belah pihak. Bank syariah telah dapat mengadopsi mekanisme L/C itu dengan menggunakan skema transaksi yang islami, seperti musyarakah, mudharabah ataupun murabahah.
Hal ini dikuatkan lagi oleh fatwa yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional no. 34, bahwa L/C Impor Syariah dalam pelaksanaannya dapat menggunakan akad-akad Wakalah bil Ujrah, Qardh, Murabahah, Salam/Istishna’, Mudharabah, Musyarakah dan Hawalah.
Dalam transaksi akad wakalah bil ujrah, bank hanya memperoleh pendapatan berupa fee saja atas jasa yang telah diberikan, yaitu untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor, karena disini importir memiliki dana sendiri. Besarnya ujrah disepakati diawal perjanjian secara pasti dalam bentuk nominal bukan prosentase untuk menghindari adanya riba. Demikian pula untuk transaksi L/C yang menggunakan akad Qardh (pinjaman)
Untuk transaksi akad murabahah, bank bertindak sebagai pembeli yang mewakilkan kepada importir untuk melakukan transaksi, namun pengurusan dokumen serta pembayaran dilakukan oleh bank. Setelah barang diterima dan menjadi milik bank, maka bank menjual kembali barang tersebut kepada importir dengan pembayaran tunai atau cicilan. Dalam hal ini, untuk keuntungan bank maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan akan diperhitungkan sebagai harga perolehan barang. Transaksi dengan akad salam/isthisna juga serupa prosesnya dengan akad murabahah, yaitu bank hanya sebagai perwakilan dari pihak importir.
Sedangkan untuk transaksi mudharabah juga demikian, dalam transaksi ini bank melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran kepada eksportir, namun bank juga bertindak sebagai shohibul mal yang menyerahkan modal sebesar harga barang kepada importir. Selanjutnya bank memperoleh untung dari ujrah yang telah disepakati.
Dalam transaksi akad musyarakah, pihak bank dan importir sama-sama menyertakan modal untuk melakukan kegiatan impor barang. Setelah pengiriman barang terjadi dan pembayaran belum dilakukan, maka selanjutnya importir dapat memberikan ujrah atau merubah akad tersebut menjadi akad qardh. Dalam akad musyarakah ini, importir juga dapat memberikan ujrah kepada bank, kemudian hutang importir kepada eksportir dialihkan menjadi hutang bank dan bank membayarnya senilai barang yang diimpor.
Dari transaksi-transaksi diatas, bank syariah mengharapkan kemungkinan adanya bunga yang dapat diminimalisir dengan diarahkan pada transaksi yang sama-sama menguntungkan. Hal ini terjadi karena transaksi dari akad-akad tersebut bersifat gamblang dan transparan dalam pelaksanaannya.
F. Telaah terhadap fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah
Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah sebagai tanggapan atas pelaksanaan perdagangan antarnegara yang marak dilakukan dewasa ini. Tujuan dikeluarkannya fatwa ini adalah untuk mengurangi adanya ketidakadilan dan bunga dalam transaksi perdagangan internasional.
Secara umum, fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI tanggal 14 September 2002 ini mengacu pada transaksi ekonomi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Dalil-dalil yang digunakan diambil dari al-Quran yang sudah tidak diragukan lagi kebenarannya.
Fatwa tersebut juga menggunakan dalil-dalil dari hadits yang berkaitan dengan transaksi-transaksi diatas. Disamping itu, fatwa ini dilengkapi pula dengan kaidah-kaidah fiqih yang memadai dan dikenal secara umum, serta dilengkapi juga dengan ijma’ atau kesepakatan ulama mengenai hal tersebut.
Namun menurut pemakalah, bahwa fatwa DSN tersebut juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu pertama untuk akad-akad yang digunakan, bahwasanya akad musyarakah dengan alternatif no. 2 seharusnya tidak meggunakan akad hawalah tetapi akad Qardh. Merujuk pada definisi hawalah maka penggunaan akad hawalah kurang tepat. Pada alternatif ke 2 tersebut, importir mengalihkan hutangnya kepada bank untuk dibayarkan kepada eksportir. Padahal sebelumnya disebutkan (pada point a) bahwa importir tidak memiliki dana pada bank. Jadi secara logika, bagaimana bisa importir mengalihkan hutangnya kepada bank, sedangkan importir tidak mempunyai dana pada bank tersebut, kecuali jika dalam fatwa disebutkan dengan jelas akad hawalah model apa yang digunakan. Namun, jika pada alternatif ke 2 yang digunakan adalah akad Qardh (pinjaman), maka akan menjadi sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya, yang kedua dalam fatwa tersebut tidak dijelaskan secara komperehensif dan lengkap tentang adanya pembatalan L/C, seharusnya DSN mencantumkan tentang pembatalan. Ini untuk menghindari adanya asumsi bahwa DSN bekerja setengah-setengah dan hanya mementingkan dalil-dalil saja, yang ketiga jika ditelaah kembali, akan terlihat bahwa dari banyaknya akad yang ditawarkan sebenarnya hanya akad Wakalah bil Ujrah saja yang paling tepat dan dapat mewakili proses L/C, sedangkan untuk akad-akad yang lain kurang tepat jika dilaksanakan, karena tujuan dikeluarkannya L/C adalah untuk mempermudah proses jual beli secara cepat dan tepat, bukan tepat namun dengan proses yang berlarut-larut (misalnya, jika menggunakan akad Qordh), yang keempat terkait dengan point no.3 yaitu dengan adanya berbagai alternatif akad yang dijustifikasi oleh DSN, secara tidak langsung dapat membuka peluang untuk praktek bunga. Misalnya pada akad al-Qardh (pinjaman), selain bank mendapatkan fee dari pengurusan dokumen, bank juga mendapatkan hasil dari pinjaman. Sebagaimana diketahui secara umum, bahwa pembayaran hutang dengan cicilan akan lebih berat jika dibandingkan dengan pembayaran secara lansung ( jika pada bank konvensional umumnya akan dikenakan bunga pada setiap bulannya). Bagaimanapun juga bank syariah sebagai lembaga bisnis, mempunyai kemungkinan untuk memberlakukan bunga namun dalam konteks yang berbeda, dan yang kelima Himpunan Dewan Syariah tidak menyebutkan secara jelas praktek manakah dari L/C yang dikeluarkan oleh bank konvensional yang menyimpang atau tidak sesuai dengan aturan syariah.
Secara keseluruhan, fatwa DSN No. 34 tentang L/C Impor Syariah ini untuk sementara waktu dapat dikatakan mampu menghandle permasalahan L/C, namun tidak menutup kemungkinan jika sewaktu-waktu fatwa ini berubah karena adanya permasalahan L/C yang lebih kompleks lagi.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perdagangan internasional saat ini melibatkan jasa bank sebagai perantara, yaitu dengan dikeluarkannya L/C yang termasuk dalam pembiyaan bank. Adanya perantara bank yang hanya menguntungkan salah satu pihak saja dengan adanya sistem bunga telah dapat diaplikasikan dalam transaksi islami tanpa bunga berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Ketentuan tentang hal ini terdapat dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34 tentang L/C Impor Syariah.
Dalam fatwa DSN tersebut juga terdapat beberapa kelemahan, yang mana kelemahan tersebut hanya terdapat dalam masalah teknis saja yaitu hanya pada akad. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat dijadikan oleh himpunan dewan syariah sebagai bahan pertimbangan untuk fatwa-fatwa selanjutnya, karena bukan tidak mungkin transaksi L/C akan terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman.
Secara umum, Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut untuk sementara waktu dapat menjadi solusi ‘netral’ dan menguntungkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam perdagangan dengan fasilitas L/C ini. Hal ini dapat menjadi salah satu nilai lebih bagi Lembaga Keuangan Syariah atau LKS. Dalam pelaksanaan fatwa ini, Dewan Syariah Nasional melakukan pengarahan dan pengawasan baik secara aktif maupun pasif sebagai bentuk keinginan kuat untuk benar-benar melaksanakan prinsip syariah.

DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Cet. II, 2000. Jakarta.
Gema Insani Press.
Gilarso, T. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Cet. I, 1992. Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI).
Khatib, as-Sarbini. Mughni Muhtaj Sharh al-Minhaj. Vol. II. Tanpa Tahun. Kairo: al-Babi al-Halabi.
Lumbantoruan, Magdalena. Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen. 1992. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.
Susilo, Sri Y dkk. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. 2000. Jakarta: Salemba Empat.
Tim Penulis Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Edisi II, 2003. Jakarta: DSN-MUI bekerja sama dengan Bank Indonesia.

Related Posts:









2 komentar:

seoa3 mengatakan...

We are authorized Financial consulting firm that work directly with
A rated banks eg Lloyds Bank,Barclays Bank,hsbc bank etc
We provide BG, SBLC, LC, LOAN and lots more for client all over the world.
Equally,we are ready to work with Brokers and financial
consultants/consulting firms in their respective countries.
We are equally ready to pay commission to those Brokers and financial
consultants/consulting firms.
Awaiting a favourable response from you.
Best regards
WALSH SMITH, ROBERT
email : info.iqfinanceplc@gmail.com
skype: cpt_young1

pslvseo a8 mengatakan...

We are authorized Financial consulting firm that work directly with
A rated banks eg Lloyds Bank,BarclaysBank,hsbc bank etc
We provide BG, SBLC, LC, LOAN and lots more for client all over the world.
Equally,we are ready to work with Brokers and financial
consultants/consulting firms in their respective countries.
We are equally ready to pay commission to those Brokers and financial
consultants/consulting firms.
Awaiting a favourable response from you.
Best regards
WALSH SMITH, ROBERT
email : info.iqfinanceplc@gmail.com
skype: cpt_young1

Posting Komentar

next page